USTAD MUKLIS. S. Sos.I : DISKUSI, TRADISI INTELEKTUAL SANTRI

U�USU� : a�?O�O�U� U? U�O�U? O�O�U� U? U�O� O?USO� : U?O�U�O�O�U� U�U� U�U� O�O?US O�O�O�O? U? USO?O�U?O�O? U? U�O�U? O�O�U� U�U� U�U� O�O?US O�O�O�O? U�U?U� U�O� USO?O�U?O�O? O?U? USO?O�U?O� U�U?U� U�O� O�O?US U�U�O? U? U�O� O?USO� U�U� U�O� O�O?US U�U� U? U�O� USO?O�U?O�a�?.

a�?Ada seseorang berkata : a�?Seorang lelaki itu, digolongkan dalam tiga jenis. Lelaki utuh, lelaki setengah, dan lelaki kosong. Lelaki utuh adalah lelaki yang memiliki ide cemerlang dan mau berdiskusi. Setengah lelaki adalah lelaki yang memiliki ide cemerlang, namun tidak mau berdiskusi atau sebaliknya. Lelaki kosong (tidak memiliki bobot) adalah lelaki yang tidak memiliki ide cemerlang dan tidak mau berdiskusia�?. (Dalam kitab Taa��lim al Mutaa��allim. Karangan Syekh Al-Zarnuji).

Allah SWT memuliakan manusia dengan ilmu dan amal. Untuk meramu ilmu menjadi amal seseorang penuntut ilmu atau santri (baca ; pelajar) memerlukan akal yang sehat. Akal yang sehat dapat mengimplementasikan ke ilmu yang didapat dalam amal perbuatan. Akal yang sehat pula yang bisa mengejawantahkan ilmu-ilmu menjadi kepribadian yang mulia. Tradisi intelektual ulama-ulama dahulu dalam menuntut ilmu selain membaca, menulis, mereka juga menelaah ilmu pengetahuan yang didapat dalam bentuk diskusi. Tradisi keilmuan inilah yang sejak dulu sampai sekarang menjadi kebiasaan para santri dalam menuntut ilmu di pondok pesantren.

Ungkapan Syekh al-Zarnuji di atas, mengingatkan saya kepada seorang teman sewaktu belajar di pesantren. Teman saya itu, suka sekali membaca sekaligus mempertanyakan dan menjabarkan apa yang ia baru baca kepada teman-temannya, termasuk kepada saya. Karena terlalu sering melakukan itu sampai membuat saya bosan mendengarnya dan akhirnya saya bertanya. Kenapa ia suka sekali melakukan tradisi seperti itu. Ia menjawab, inilah cara yang efektif untuk mengikat ilmu yang baru saya baca agar di tidak cepat lupa dan hilang. Sekarang, kalau tidak salah, ia sudah meraih gelar doktor dalam usia muda dan aktif serta produktif menulis di media-media.

Berkaitan dengan tradisi diskusi sebagai metode efektif dalam menuntut dan memahami ilmu saya juga teringat dengan sebuah ungkapan, a�?Hayatul a�?ilmi bi al-mudzakaraha�?. Hidupnya ilmu dengan mudzakarah. Tradisi al-Mudzakarah dalam dunia pesantren khususnya di Sumatera Thawalib Parabek adalah tradisi yang sudah turun menurun dilakukan para pelajar Thawalib sejak awal dirintis oleh Syekh Ibrahim Musa (Inyiak Parabek). Dan sampai saat ini, tradisi itu tetap menjadi kegiatan rutin mingguan terutama buat pelajar-pelajar (baca ; santri) kelas tinggi di pesantren yang sudah berumur lebih satu abad ini.

Parabek, 18 Muharram 1439 H/08 Oktober 2017

MUKLIS. S. Sos.I