Oleh : Hasnul Rizal, S.HI
BERJUANG PULANG
Pernahkah engkau melihat bintang yang meredup
Bukan karena cahayanya yang tiada
Tetapi segumpalan kabut awan yang menutup
Bagai silap Ayahku ditelan durja nista
Aku tahu tentang langkahnya yang terjatuh pada semu
Kala itu, masa yang penuh dendang irama kelabu
Dan dia sudah pun mencoba mengalihkan diri dari maya
Dengan terseok, pernah kulihat jiwanya menjauhinya
Aku tahu bising ribut yang membadai
Tatkala dia dan Ibu tersapu oleh nista yang membelai
Sayangnya terjangan itu diiringi segumpal umpat putus asa
Segala terang telah hampir pudar cahaya karenanya
Lalu tersadarku pada lamunan sendiri
Lalu mencoba membangunkannya pada doa ilahi
Bukankah lidahnya yang menaja lidahku pada lirik
“Alif ( ا ) tiada titik, Ba (ب) di bawah satu titik”
Lalu kini belaian ilahi menentramkan jiwa
Walau di ujung pagi, bintangnya mulai nyala
Dulu terompahnya di masjid tiada kujumpa
Telah pun antri berhimpitan dengan seksama
Aku bersyukur bersaudarakan bintang-bintang
Yang berjuang menerangi tapak kakinya
Sehingga ditemukan jalan pulang
Saudara yang menabur cinta kepadanya
DERAI PASIR DI TAPAK AYAH
Aku pernah mencoba mengurai pasir
Menghitung bekas jejak tapak kakimu
Di setiap sudut dinding tabir
Aku dibatasi jalan buntu
Aku pernah mengukir untaianmu Ayah
Menelisik bekas keringat di setiap air sawah
Ternyata peluhmu lebih banjir dari itu
Tapi seketika kering karena alpa pada Tuhanmu
Pernah kudengar lagi umpatan pada payahmu
Oleh orkestra yang buta pada irama lagu
Membuat Ibu, engkau dan kami melantunkan dengkuran
Mengganti suara sumbang dan hilang dalam tiduran
Maka dengan itu munajatku pada pemilik hati
Mencoba mengetuk pintu daripada rumah mati
Jejakmu yang tiada ke mimbar khutbah
Telah sering tertegun diselimuti sajadah
Maafkan garis tapak tangan kami
Anak yang belum keringatnya ke dasar bumi
Masih tiada mengantarmu pada lafazh “Labbaikallah”
Masih sebatas pada sajadah-sajadah