Oleh : Resnia Laila
Aku terlahir dengan 5 orang bersaudara dari keluarga yang tidak banyak mengetahui ilmu agama. SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi, semuanya tidak ada yang bergelut dengan ilmu agama yang seutuhnya selain dari mata pelajaran agama. Meskipun minim ilmu agama, yang namanya salat 5 waktu tidak pernah aku tinggalkan sedari kecil dulu karena ayahku pernah berkata, “Salatlah Nak, walaupun kau hidup susah tapi Allah akan selalu ada bersamamu”
Kisahku ini bermula dari Pondok Pesantren Sumatera Thawalib Parabek. Pesantren megah yang umurnya tidak muda lagi tetapi selalu awet muda demi menghadirkan generasi yang khairul ummah. Lahir pada tahun 1910 sebagai rintisan dari Syekh Ibrahim Musa. Sudah banyak yang menimba ilmu di sini. Bahkan para petinggi negara tidak sedikit yang pernah mencari ilmu di pondok ini. Aku bangga bisa menjadi bagian darimu. Walau baru 3 tahun 3 bulan aku berada disini, tapi jiwa ini sangat mencintaimu pondokku. Disini aku menemukan makna hidup dan ukhuwah yang sesungguhnya, keridhaan Allah, keikhlasan dalam mendidik santri-santriku walaupun harus meninggalkan dua buah hatiku yang masih kecil, sampai aku menemukan sahabat-sahabat yang selalu hadir menghiburku di kala sedih dan mengingatkanku di kala aku sangat bahagia
…
Hang Nadim, 17 Desember 2016
Sungguh berat rasanya untuk meninggalkan kota ini, tempat aku merantau dengan suamiku. Kontrak suamiku di perusahaan tempat dia bekerja sudah selesai. Jadi, terpaksalah kami pulang dengan hati yang sangat tidak karuan. Hati ini masih ingin di sini, mataku berkaca-kaca serasa tidak mau apa yang sudah aku miliki tertinggal begitu saja dikota ini.
“Ah sudah lah, mungkin ini sudah jalannya,semoga Allah memberikan rezeki yang lain untuk keluarga kami,” pikirku. Lamunanku tersentak ketika pramugari memanggil penumpang pesawat untuk segera naik ke pesawat. Hati ini semakin hancur dan air mata ini tidak bisa kutahan. Mungkin ini sudah takdirnya. Aku terus meyakinkan hatiku bahwa akan ada rahasia Allah yang lebih baik dari pada ini.
…
Bukittinggi, Mei 2017
Sudah Hampir 6 bulan aku berada di kampung halamanku. Suatu hari terbesit keinginan untuk mengajar kembali. Entah kenapa ingin sekali memasukkan lamaran ke Pesantren Sumatera Thawalib Parabek. Keinginanku direspon sangat baik oleh suami. Beberapa hari kemudian aku memasukkan lamaran. Aku tidak mengenal seorang pun disana, bagaimana sekolah ini, pergaulan disana, tapi yang aku tau pesantren ini sudah berumur tua, banyak melahirkan kader ulama dan yang pasti semua mereka yang berkerja disini berjuang di jalan Allah.
Sebulan lamanya aku menunggu, akhirnya pada bulan Juni lamaranku mendapat respon dari pihak sekolah. Tes kemampuan di hari pertama berjalan lancar dengan jumlah peserta sekitar 100 orang. Alhamdulillah 3 hari kemudian aku ditelpon kembali oleh pihak sekolah yang menyatakan aku lulus untuk tes berikutnya yaitu microteaching. Tes demi tes aku lakukan dengan baik. Akhirnya, aku diterima untuk mengabdi di Pondok Pesantren Sumatera Thawalib Parabek. Allah maha penyayang dan mengabulkan doaku. Aku sangat bahagia mendapatkan berita ini.
…
13 Juli 2017
Beryukur sekali rasanya memasuki gerbang sekolah ini walau aku bertemu dengan mereka yang tidak pernah aku kenal sebelumnya. Sedikit minder, ya maklum saja karena masih baru dan penampilanku sangat jauh berbeda dengan mereka. Aku yang mengenakan baju kurung biasa dengan wajah yang tertutupi bedak yang tebal dan lipstik yang sedikit menor. Aku cukup kaget melihat mereka yang menggunakan baju basiba, dengan wajah yang tidak ditutupi bedak dan bibir yang tidak berlipstik. Serasa aneh di sini, karena semua sangat berbeda dengan yang aku pikirkan.
Tapi ternyata semua yang aku pikirkan itu salah. Di sini aku menemukan ukhuwah yang sesungguhnya. Aku menemukan mereka disini. Mereka yang aku sebut dengan panggilan sahabat. Ya, sahabat yang selalu mengingatkan akan keceplas-ceplosanku, kehebohanku, dan selalu hadir disaat aku sedih ataupun bahagia.
Kami memiliki panggilan unik: Imatar, Lutasyan, Adnilas dan aku sendiri Ainser. Walau pun kami sering berempat, kami juga berteman dengan siapa saja. Tak pernah ada perasaan iri di hati kami, melihat satu sama lain berteman dengan yang lain. Itu karena kami sahabat yang selalu berbagi dan berteman dengan siapa saja. Allah telah menakdirkan aku di sini berkumpul dengan orang-orang yang saleh dan salehah, orang-orang yang terpilih, mereka yang mementingkan akhirat dibandingkan dunia, mereka yang lisannya selalu basah dengan zikir dan hatinya selalu bersih karena kebaikan. Allah telah hadirkan mereka untuk membimbingku, tak hanya di dunia namun hingga surga-Nya kelak.
Pesantren ini telah mengubahku. Mengubah cara hidupku. Hubungan dengan Sang Pencipta, ukhuwah dengan sesama makhluknya sangat terasa bagiku. Dulu aku yang tidak pernah menggunakan pakaian gamis, salat dhuha yang boleh dikatakan 1 atau 2 kali aku lakukan dalam sebulan, tapi di sini aku ditunjukan dan didekatkan dengan mereka yang selalu mengerjakan itu. Pakaianku mulai berubah, walaupun banyak diluar sana menertawakan akan penampilanku yang hijrah ke jalan Allah, aku tidak peduli. Karena orang tuaku, suamiku, sahabat-sahabatku dan orang sekitarku disini sangat mendukung hijrahku.
Sahabat-sahabatku selalu mengingatkan jika aku salah atau pun sangat bahagia. Mereka yang kupanggil sahabat selalu merangkulku hingga aku benar-benar berada di fase ini. Aku menemukan keikhlasan dengan Sang Pencipta, keikhlasan beribadah, keikhlasan bekerja. Walau pun dari pagi hingga sore berada di sini, tapi hati ini tidak pernah sedikit pun mengeluh karena ada sahabat-sahabat yang selalu mensupportku jika aku dihadapi dengan masalah.
…
September 2020
Pandemi itu sudah memasuki daerahku sejak bulan Maret lalu. Sampai akhirnya virus tersebut menginfeksi saudaraku. Aku langsung kaget ketika menerima telpon itu yang menyatakan adikku positif covid-19. Segeraku pulang karena dengan hati yang hancur. Kenapa mesti saudaraku yang kena sedangkan dia sudah kontak langsung dengan anak-anakku. Tapi setelah kutenangkan hati dan pikiranku, ini semua takdir Allah, Allah memberikan cobaan ini karena kami sanggup melaluinya.
Sampai di rumah aku memeluk kedua buah hatiku, berharap mereka tidak terinfeksi virus itu karena mereka masih kecil. “Ya Allah jauhkan itu dari anak-anakku”, do’aku.
Hari itu semua panik, tidak tau apa yang harus dilakukan. Aku hanya berdoa, semoga adikku baik-baik saja. Aku di WFH-kan , teman dan sahabatku juga ada yang diWFH-kan karena kontak denganku. Silih berganti telpon berbunyi memberikan semangat untukku. Tidak tertinggal juga sahabat-sahabatku selalu memberikan support dan semangat kepadaku setiap hari, walau pun ada sebagian orang yang menyalahkanku karena terkena imbasnya. Tapi ya sudahlah. Semua Allah yang mengatur. Cobaan ini bagi mereka yang sanggup menjalankannya. Sepuluh hari menunggu hasil SWAB, harap-harap cemas rasanya. Hanya doa yang selalu terucapkan, semoga hasilnya negatif. Sampailah di hari yang aku tunggu.
“Ain, hasil tes seluruh keluargamu negatif,” kata petugas kesehatan di seberang telepon.
“Alhamdulillah,” ucapku sambil bersujud dan berteriak. Aku peluk anak-anakku sambil terisak-terisak karena saking gembiranya. Allah maha pengasih, menjaga kami seutuhnya.
Kuberi tau sahabat-sahabatku, mereka bersorak mengucapkan Alhamdulillah. “Kami kangen kakak sekolah, besok kita ketemu ya,” begitu ucap sahabat-sahabatku.
Esok nya aku berangkat ke sekolah dengan hati bahagia. Tidak sabar rasanya bertemu dengan teman dan sahabatku. Sedikit hati ini berkata apakah mereka akan menjauh dariku karena ini? Apakah mereka masih mau berbicara denganku? Bahkan yang paling buruk, apakah aku masih dianggapnya sahabat?
Tapi semua ternyata salah. Sesampainya aku di sekolah, sahabat-sahabatku langsung menyambutku dengan senyum yang bahagia. Mereka tidak sabar lagi untuk mendengarkan cerita-ceritaku yang selalu memberikan semangat buat mereka. Sahabat-sahabatku tidak meninggalkanku, malahan sampai detik ini mereka selalu bersamaku, menyemangatiku dan semakin erat persahabatan ini
Hari ini aku menyadari, bahwa sahabat yang sesungguhnya adalah mereka (Imatar, Lutasyan, Adnilas). Terimakasih sahabat, telah berkumpul denganku. Terimakasih telah menjadi bagian dari hidupku. Semoga persahabatan ini hingga SurgaNya.