Muqaddamah
Al-Hamdulillah, Allahumma Shalli a�?ala Muhammad,. Menjadi santri (urang siak) di kampung, tentu sebuah keniscayaan bagi seorang yang memiliki Malakah, malakah ini sering dikaitkan dengan kemampuan memahami, menjelaskan, dan menarik simpulan dari gagasan dan ide-ide didalam literatur klasik warisan ijtihad Para Ulama. Singkatnya, menjadi santri maksudnya berusaha membentuk pribadi yang ulet, gigih menuntut ilmu, berbudi luhur, dan selalu ber-Muthalaa��ah, ber muzakarah tentang apa saja yang ada kaitannya dengan Agama dan hidup didunia.
Kami yakin, semangat itu ada dalam setiap orang yang pernah mengecap pendidikan Baselo di Sumatera Thawalib Parabek, ya walaupun tidak baselo tapi bau bau semangat itu masih terasa bagi yang pernah melihat, mendengar dan menyaksikan para guru membacakan kitab-kitab dihadapan kelas.
Diantara sekian banyak Kitab Turats yang diajarkan di Sumatera Thawalib Parabek, Fathul Muin sepertinya sudah populer dan familiar bagi setiap santri yang menamatkan studi sampai Kulliyat Ad Diyanah, Kelas VII atau kelas VI.
In Syaa��a Allah, dalam rubrik kajian fiqh ini akan ditelaa��ah teks kitab Fath al-Mua��in sebagai salah satu bentuk kecintaan terhadap ilmu Agama Islam.
Kajian akan disajikan dengan pendekatan Syarah Teks, meliputi : menampilkan teks dengan harakat, menerangkan jabatan kalimat (Ia��rab), dan menerjemahkannya kedalam Bahasa Indonesia.
Kemudian akan dijelaskan kandungan hukum, Qadhiyyah, dan simpulan dari teks dengan melihat kepada sisi ungkapan pengarang, ada atau tidaknya bantahan terhadap ungkapan pengarang, dan hal lainnya sesuai dengan kebutuhan penjelasan terhadap teks kitab itu sendiri mengingat bahwa masalah furua�� dalam fiqh merupakan langganan Ikhtilaf, sehingga sampai dikatakan oleh Inyiak Masrur dari gurunya Inyiak Ibrahim Jalil bahwa a�?Masalah Feqah ini ibarat menghitung bulu kucinga�?.
Mengenal Kitab Fathul Muin lebih dekat :
Kitab Fenomenal Fath al-Muin ini ditulis oleh Syaikh Zainuddin Ahmad Bin Abdul Aziz Al-Malibariy juga sering disebut Syaikh Malbary, salah seorang ulama dari India yang hidup dan berkarya pada abad ke 10 Hijriyah. Mengenai nama lengkap dan nasab beliau tidak banyak ditemui penelitian ulama tentang itu, namun Sayyid Abu Bakr Syatha ad-Dumyathi menyebutkan, setelah beliau menukil beberapa ungkapan dalam Thabaqat ulama : bahwa nama lengkap Syaikh Malibariy adalah Ahmad Zainuddin bin Syaikh Abdul Aziz bin Syaikh Abi yahya Zainuddin bin Aliy bin Ahmad al-Maa��bariy al-Malibariy, bergelar al-Fannaniy sebuah desa di Ponnani. dan beliau sendiri menisbatkan namanya kepada mazhab Asy-Syafia��iy. Kata Maliybary dinisbatkan kepada wilayah Malabar, yaitu daerah di pesisir barat laut India. Ibnu Bathuthah juga menguatkan kebenaran nisbat kota Malabar ini.
Belum diketahui secara pasti tanggal persis kelahiran Syaikh al-Malibariy, namun para ulama sering menyanjung bahwa beliau adalah seorang pelajar seumur hidup yang berbudi luhur, berkeutamaan dalam mengayomi faqir miskin, menguasai berbagai disiplin ilmu syariat dan memiliki pemahaman yang detil dalam ilmu Fiqh.
Diantara para ulama dan pembesar dimana Syaikh al-Malibary mengambil ilmu adalah :
Syaikhul Islam Ibnu hajar al-Haitami (w. 974 H/1567 M) seorang ulama dan tokoh yang sering diceritakan perjalanan hidupnya dalam menuntut ilmu di al-Azhar, kata Syaikhuna dalam teks kitab Fathul Muin selalu merujuk kepada Syaikh Ibnu Hajar al-Haitami., Syaikh Abdurrahamn bin Abdul Karim yang lebih dikenal dengan Ibnu Ziyad, (w. 975 H/ 1568 M), dan Syaikh Muhammad bin Abil Hasan, (w. 994 H/ 1586 M)
Diantara karya beliau :
Al-Jawahir fi Uqubat ahli Kabair, dicetak dan tersebar banyak di Suria, Syarh ash-Shudur fi ahwali al-Mawta wa al-Qubur, merupakan karangan belaiu yang beliau ringkas dari beberapa kitab Imam As-Suyuthi, Al-Fatawiy al-Hindiyyah dan Qurratul a�?Ain bi Muhimmatid Diin yang beliau syarah sendiri dengan kitabnya Fathul Muin. Sayyid Abu bakr Syatha menyebutkan bahwa Allah telah mentakdirkan penyebaran dan manfaat kitab Fathul Muin, dimana kitab ini tersebar sejalan dengan penyebaran mazhab al-Imam asy-Syafia��I Rahimahullahu, dipelajari oleh berbagai kalangan dan didistribusikan hampir diseluruh asia tenggara berawal dari Hijaz, Yaman Hadhramaut, Mesir. Bahkan Sayyid Abu Bakr Syatha secara tegas menyebutkan penyebaran pengajaran kitab Fathul Muin ini juga ada di Bilad Andunisia.
Untuk memahami maksud pengarang kitab dengan lebih tepat perlu diperhatikan rangkaian kata yang beliau paparkan, ada kata kata yang bersifat biasa tidak dimaksudkan untuk istilah tertentu, dan ada kata kata yang merupakan istilah sehingga tidak ditemukan makna yang pas bila dilihat kepada kamus semata, perlu pendekatan berbeda yakni dengan melihat kata tersebut sebagai istilah khusus yang dipahami dan dipakai dalam kalangan ulama mazhab fiqh imam Syafia��I seperti kata: Syaikhuna : merujuk kepda maha guru beliau yakni Syaikh Ibnu Hajar al-Haitamiy, kata Syaikhu Masyaikhina : merujuk kepada Iamam Zakariya al-Anshariy (w. 823 H), kata Syaikhani merujuk kepada dua orang ulam besara yakni al-Imam An-Nawawiy ( w. 676 H) dan al-Imam ar-Rafia��iy (w. 623 H) dan kata As-Syuyukh merujuk kepada Imama Nawawiy, Imam Rofia��iy dan Taqiyuddin Ibnu Subkiy (w. 755H). Mengenai istilah-istilah kemazhaban lainnya dalam isi kitab Fathul Muin akan dijelskan sejalan dengan penjelasn teks dalam rangkaian rubrik ini in Syaa��a Allah .
Aba Suhail
Ditulis oleh : Ustad H. M. Zaki Munawwar, Lc