CERPEN : PENGGANTI SUNYIKU

Oleh : Nurul Mawaddah
Kelas 5 Agama 1

Mungkin aku masih terlalu belia untuk sekedar tau apa itu makna hidup. Bahkan aku tidak bisa berhenti untuk bersenang-senang, walau kesenanganku adalah sebuah kepahitan. Ya, aku belum tahu apa itu kepahitan hidup. Yang aku rasakan sekarang adalah bersenang-senang dengan kesendirian itu sangat hampa.

Mungkin bersenang-senang adalah sebuah kebahagiaan bagi sebahagian orang.  Namun tidak dengan ku. Aku memang hidup serba ada, selalu lengkap, selalu tertawa dengan mainan yang menemaniku. Padahal mereka hanya benda mati yang tidak bisa ku ajak tertawa. Sungguh miris bukan? Hingga kembali aku berangan jika ada seseorang datang untuk menemaniku, untuk bersenang-senang bersamaku, untuk menggapai hal-hal positif dalam hidup. Mungkin yang namanya kepahitan dalam hidup tidak akan terlalu aku acuhkan. Aku berharap suatu saat aku mendapat teman, bahkan sahabat,  dan aku berjanji akan terus  berbagi kebahagiaan dengannya.

Hari ini hari pertama aku pergi ke sekolah. Melihat bagaimana ramainya sorak sorai para murid, melihat bagaimana nyaringnya bunyi bel masuk kelas, duduk di meja bersampingan dengan teman-teman, dan bersenang senang bersama teman. Ya, itu yang aku impikan sejak aku duduk di kelas 3 SD. Sejak tamat dari  Taman Kanak Kanak, Ayah memang tidak mengizinkanku bersekolah seperti orang lain pada umumnya, memakai seragam merah putih, membawa tas dan buku didalamnya. Lebih tepatnya, aku homeschooling. Ayah melarangku sekolah pada umunya karena aku tidak pernah berkonsentrasi dan tidak menangkap penjelasan guru jika di sekolah. Aku sempat TK 2 tahun, sementara teman-teman sepantaranku telah lebih dulu meninggalkan TK. Oleh karena itu, Ayah bersikeras untuk menyekolahkanku secara mandiri dirumah supaya aku bisa lebih konsentrasi belajar. Singkat cerita, aku sangat bosan jenuh dengan kesendirianku yang sehari hari hanya belajar, belajar, dan belajar. Aku meminta Ayah untuk menyekolahkanku seperti anak-anak pada umunya. Akhirnya Ayah mengizinkanku dengan syarat setelah aku tamat SD.

Aku memasuki gerbang dengan percaya diri. Melihat orang berpakaian rapi dengan seragam putih biru tua, aku sangat senang akhirnya bisa melihat dunia luar. Saat aku memasuki gerbang aku berpapasan dengan seorang gadis di sebuah taman. Ia  sendiri dan sedang membaca buku. Benakku bertanya tanya apakah ia sama sepertiku yang  introvert. Lalu aku dengan percaya diri menyapa nya sekaligus menanyakan ruang kepala sekolah.

“Hai, namaku Alisa. Panggil saja Icha. Namamu siapa?” aku bertanya  dengan gugup. Mungkin karna baru pertama kali bertegur sapa dengan orang lain.

“Hai, aku Naila. Kamu anak baru ya? Sepertinya aku tidak pernah melihat wajahmu sebelumnya,” ia menatapku dengan tatapan aneh dan bingung. Di saat itu aku juga menatapnya dan berfikir apakah ia bisa menjadi temanku.

“Hmm,iya aku anak baru. Boleh ngak aku minta tolong antarkan aku ke ruangan kepala sekolah?”

“Oh gitu. Oke. Ayo!” ia lalu membawaku ke ruang kepala sekolah.

Saat menuju kesana, ia banyak bertanya kepadaku. Ia sangat terkejut saat tau aku  homeschooling selama 6 tahun. Ia juga banyak bercerita bagaimana serunya saat berada di sekolah apalagi bersenang-senang bersama teman.

“Kamu tau Icha, bagaimana serunya saat pelajaran olahraga, kita bisa bermain saat lapangan sepi, bisa berlarian, bisa bermain apapun. Eh, itu ruangannya. Kamu masuk aja di dalam ada Pak Kepsek. Aku harap kita sekelas ya, Icha!” aku hanya bisa geleng kepala melihat tingkah Naila. Anaknya sangat hiperaktif. Apakah orang sepertinya mau berteman dengan ku yang minim mengetahui tentang dunia luar? Oh sudahlah! Aku kesini ingin bertemu Pak Kepsek dan mencari kelasku.

“Permisi, Pak. Bisa saya bertemu dengan Pak Kepsek?” Pegawai dalam ruangan itu melihatku bingung dan mempersilahkan aku masuk.

Kami berbincang tidak sampai 1 jam. Cukup lama. Pak Kepsek banyak bertanya kepadaku. Sementara aku hanya butuh lokasi kelasku saja. Tapi ya sudahlah, namanya juga aku anak baru, pasti membuat orang bertanya tanya siapa aku. Akhirnya aku mencari lokasi kelas ku yaitu di kelas VII-A. Setelah aku menemukan kelas ku, aku mengetuk pintu dan meminta izin masuk kepada guru yang ada di dalam kelas.

“Permisi, Bu. Benar ini kelas VII-A?” aku bertanya seraya seisi kelas menatap ku bingung.

“Oh, kamu anak baru itu ya?” seisi kelas makin riuh dengan kehadiranku. Guru pun mempersilahkan aku masuk.

“Baiklah anak-anak semua kita kedatangan murid baru. Silahkan, Nak, perkenalkan namamu!” aku hanya tersenyum melihat banyaknya orang yang akan menjadi temanku.

“Perkenalkan, namaku Alisa Zafira. Panggilan aku Icha. Aku dulunya homeschooling di rumah. Aku berharap semoga kita semua bisa berteman baik.”

“Baiklah ada pertanyaan untuk Icha sebelum dia duduk?” aku melihat situasi yang mulai ramai dengan anak kelas yang berbisik-bisik. Aku harap mereka tidak sedang membicarakan keanehanku.

“Bu, saya boleh bertanya?” seorang anak mengangkat tangan. Aku yang sebelumnya melamun sontak melihat ke arah seorang anak gadis yang menatapku sangat dalam.

“Ya silahkan Andin,”

“Berarti selama kamu di rumah kamu tidak mempunyai teman selain orangtuamu?”

Aku terkejut dengan pertanyaannya. Sangat susah untuk menjawan. Namun, Bu Guru melirikku dan meyakinkanku untuk menjawab. Aku pun menjawab pertanyaan Andin dengan percaya diri.

“Baiklah Icha, kamu silahkan duduk di belakang di sebelah Naila!” sontak aku pun terkejut karna aku bisa sekelas dengan teman baru ku. Bahkan sebangku. Kami tidak perlu berkenalan karena sudah saling mengenal sebelumnya.

Setelah bel istirahat aku bingung pergi ke kantin dengan siapa. Ya walaupun Naila sudah kenal dengan ku, aku tidak berani mengajak nya, aku terlalu pemalu. Hingga akhirnya Naila beranjak dari kursinya. Aku pikir ia akan mengajak ku, namun ternyata tidak. Mungkin aku teman barunya oleh karena itu ia masih canggung untuk mengajakku. Disinilah aku sendiri di kelas. Sunyi seperti yang aku rasakan 6 tahun sebelumnya. Aku memutuskan untuk membuka bekal dari rumah untuk mengganjal perut ku. Untung nya Bi Inah mempersiapkan bekal untuk ku ke sekolah.

Saat aku sedang menikmati makanan ku,tiba-tiba di depan meja ku sangat ramai. Oh, tidak terlalu, namun bisa dikatakan ramai. Aku heran kenapa mereka datang,dan setelah aku menatap satu persatu ada Naila disana. Aku tidak mengerti maksdunya.

“Kamu gak pergi ke kantin?” tanya Naila. Aku menutup bekal ku dan berbicara bersama mereka.

“Oh, tidak. Hehehe. Aku membawa bekal dari rumah.”

“Kamu tidak ke kantin karena membawa bekal atau karena tidak ada yang menemanimu?”  aku terkejut dengan pertanyaan itu. Ini seperti pertanyaan orang yang ingin melakukan bullying terhadap teman lainnya. Tidak mungkin. Naila pasti bukan orang jahat. Aku mulai cemas dan sedikit pucat. Aku tidak mau itu terjadi.Tiba tiba mereka menarik tangan ku. Aku benar benar tidak menegrti sekarang.

“Kami tau kamu masih canggung dengan kami. Jangan takut. Kami mau jadi temanmu. Bahkan kami mau menjadi sahabatmu. Ngomong-ngomong, namaku Lifya,” ia mengulurkan tangan sebagai tanda berkenalan. Aku membalas uluran tangan itu. Mendengar ucapan Lifya barusan membuatku sangat terharu. Ingin menangis rasanya.

“Kalau aku Tania,” anak yang lain ikut memperkenalkan diri.

“Hai, Icha. Namaku Vina.”

Aku memeluk mereka dan menangis. Aku sangat terharu. Di sekolah baru ku akhirnya aku mendapatkan teman bahkan sahabat.

“Apakah kau mau bergabung dengan kami Icha? Sebagai sahabat,bukan tim, atau teman biasa.”

“Ya. Aku sangat mau. Terimakasih semuanya,”

Mereka kembali memelukku dan kami harap pertemanan kami ini bertahan hingga kami dewasa nanti. Ya, aku sangat senang dengan sekolah baruku. Mendapatkan dunia baru setelah aku bersama sepi yang selalu menemani. Aku bahagia teman di kelas menyambutku dengan tangan terbuka dan banyak yang mengajakku bermain, ke kantin, bahkan pulang bersama. Aku sangat senang. Aku sangat terharu. Semoga mereka semua bisa menjadi teman baikku selamanya. Semoga mereka bisa menjadi pengganti sepi ku.

Mereka adalah sahabat ku, mereka selalu ada, selalu menemaniku kala sunyi, sedih, senang, dan sama-sama menikmati alur kehidupan yang sangat rumit.

Terimakasih untuk kalian pengganti sunyi ku. []