Oleh : Ustadzah Nida Jannata, S. Pd
Judul : Istiqamah
﷽
Istiqamah berarti sikap kukuh pada pendirian dan konsekuen dalam tindakan. Dalam makna yang luas, istiqamah adalah sikap teguh dalam melakukan suatu kebaikan, membela dan mempertahankan keimanan dan keislaman, walaupun menghadapi berbagai macam tantangan dan godaan.
Dalam sebuah kisah diceritakan tentang Abdullah bin Ummi Maktum, beliau adalah sahabat yang terkenal dengan ke istiqamahannya, walaupun beliau mengalami kebutaan tapi beliau masih saja terus melangkahkan kaki menuju ke Masjid untuk melaksanakan shalat berjama’ah. Tentang hukum shalat berjama’ah kebanyakan ulama berfatwa bahwa shalat berjamaa’ah adalah wajib hukumnya, salah satu hadits yang menjelaskan bahwa shalat berjama’ah itu wajib adalah dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim ra, Nabi Muhammad ﷺ bersabda :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – ، قَالَ : أَتَى النبيَّ – صلى الله عليه وسلم – رَجُلٌ أعْمَى ، فقَالَ : يا رَسُولَ اللهِ ، لَيسَ لِي قَائِدٌ يَقُودُنِي إلى الْمَسْجِدِ ، فَسَأَلَ رَسُولَ اللهِ – صلى الله عليه وسلم – أنْ يُرَخِّصَ لَهُ فَيُصَلِّي فِي بَيْتِهِ ، فَرَخَّصَ لَهُ ، فَلَّمَا وَلَّى دَعَاهُ ، فَقَالَ لَهُ : (( هَلْ تَسْمَعُ النِّدَاءَ بِالصَّلاَةِ ؟ )) قَالَ : نَعَمْ . قَالَ : (( فَأجِبْ ))
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, “Nabi Muhammad ﷺ kedatangan seorang lelaki yang buta. Ia berkata, ‘Wahai Rasulullah, aku tidak memiliki seorang penuntun yang menuntunku ke Masjid.’ Maka ia meminta kepada Rasulullah ﷺ untuk memberinya keringanan sehingga dapat shalat di rumahnya. Lalu Rasulullah ﷺ memberinya keringanan tersebut. Namun ketika orang itu berbalik, beliau memanggilnya, lalu berkata kepadanya, ‘Apakah engkau mendengar panggilan shalat?’ Ia menjawab, ‘Ya.’ Beliau bersabda, ‘Maka penuhilah panggilan adzan tersebut.” (HR. Muslim, no. 503)
Kisah dari Abdullah bin Ummi Maktum tentang istiqamahnya dalam melaksanakan shalat berjama’ah di Masjid adalah Layaknya hamba الله yang senantiasa istiqamah dalam menjalankan perintah-Nya. Abdullah lalu melaksanakan atas apa yang diperintahkan Rasulullah ﷺ . Dengan mantap ia berikrar untuk mendirikan jama’ah subuh di Masjid, sekalipun dirinya harus meraba-raba dengan tongkat untuk menuju sumber adzan.
Keesokan harinya, tatkala fajar menjelang dan adzan mulai berkumandang, Abdullah bin Ummi Maktum bergegas memenuhi panggilan Ilahi. Tak lama ketika ia mengayunkan kakinya beberapa langkah, tiba-tiba ia tersandung sebuah batu, badannya lalu tersungkur jatuh, dan sebagian ongkahan batu itu tepat mengenai wajahnya, dengan seketika darahpun mengalir dari mukanya yang mulia.
Dengan cepat Abdullah kembali bangkit, sembari mengusap darah yang membasahi wajahnya, iapun dengan mantap akan kembali melanjutkan perjalanan menuju Masjid. Selang beberapa saat, datang seorang sosok lelaki tak dikenal menghampirinya, kemudian lelaki itu bertanya, “Paman hendak pergi kemana?”. “Saya ingin memenuhi panggilan Ilahi” jawab Abdullah tenang.
Lalu laki-laki asing itu menawarkan jasanya,“Saya akan antarkan paman ke Masjid, lalu nanti kembali pulang ke rumah.” Lelaki itupun segera menuntun Abdullah menuju Masjid, dan kemudian mengantarkannya kembali pulang. Hal ini ternyata tidak hanya sekali dilakukan lelaki asing itu, tiap hari ia selalu menuntun Abdullah ke Masjid dan kemudian mengantarkannya kembali ke rumah. Tentu saja Abdullah bin Ummi Maktum sangat gembira, karena ada orang yang dengan baik hati mengantarnya salat berjama’ah, bahkan tanpa mengharapkan imbalan apapun.
Hingga tibalah suatu saat, ia ingin tahu siapa nama lelaki yang selalu mengantarnya. Ia lalu menanyakan nama lelaki budiman itu. Namun spontan lelaki asing itu menjawab,“Apa yang paman inginkan dari namaku?,”. “Saya ingin berdo’a kepada الله, atas kebajikan yang selama ini engkau lakukan,” jawab Abdullah. “Tidak usah” tegas lelaki itu. “Paman tidak perlu berdo’a untuk meringankan penderitaanku, dan jangan sekali-kali paman menanyai namaku” tegasnya. Abdullah terhentak dan terkejut atas jawaban lelaki itu, Ia pun kemudian bersumpah atas nama الله, meminta lelaki itu untuk tidak menemuinya lagi, sampai ia tahu betul siapa dan mengapa ia terus memandunya menuju Masjid dan tidak mengharapkan balasan apapun.
Mendengar sumpah Abdullah, laki-laki itu kemudian berpikir panjang, ia kemudian berkata,“Baiklah akan aku katakan siapa diriku sebenarnya. “Aku adalah Iblis” jawabnya. Abdullah tersentak tak percaya, “Bagaimana mungkin engkau menuntunku ke Masjid, sedangkan dirimu menghalangi manusia untuk mengerjakan shalat?”. Iblis itu kemudian menjawab, “Engkau masih ingat ketika dulu hendak melaksanakan shalat subuh berjama’ah, dirimu tersandung batu, lalu bongkahannya melukai wajahmu?”. “Iya, aku ingat” jawab Abdullah. “Pada saat itu aku mendengar ucapan Malaikat, bahwasannya الله telah mengampuni setengah dari dosamu, aku takut kalau engkau tersandung untuk kedua kali, lalu الله menghapuskan setengah dosamu yang lain” jelas Iblis. “Oleh karena itu aku selalu menuntunmu ke Masjid dan mengantarkanmu pulang, khawatir jika engkau kembali ceroboh lagi ketika berangkat ke Masjid”.
Saudara semua, ternyata iblis tak pernah rela sedikitpun melihat hamba الله menjadi ahli ibadah. Terbukti semua cara ia tempuh, hingga ia tak segan untuk menggunakan topeng kebaikan, khawatir kalau manusia akan mendapatkan pengampunan dosa dan pahala yang berlipat ganda.
والله أعلمُ بالـصـواب