Memilih Pemimpin Umat

Konsep kepemimpinan berasal dari kata “pimpin” yang berarti “tuntun” dan ‘bimbing’ pemimpin berarti “penuntun” dan “pembimbing”. Dalam Islam Nabi SAW menggunakan kata ra’in untuk pemimpin. Beliau berkata “Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban kepemimpinannya di kemudian hari”.

Sebagai agama besar, Islam dengan sangat tegas mengisyaratkan bahwa manusia diciptakan sebagai pemimpin di muka bumi. Allah SWT berfirman kepada para malaikat ketika akan menciptakan Adam “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. (QS. Al-Baqarah : 30)

Dari firman Allah SWT di atas, Islam mengajarkan bahwa manusia memiliki dua predikat, yaitu di samping sebagai hamba Allah, ia juga sebagai wakil Allah (khalifatullah) di muka bumi. Sebagai hamba, manusia sangat lemah dan kecil di sisiNya sehingga harus menyembah dan berserah diri kepadaNya semata. Namun sebagai khalifatullah di muka bumi, manusia memiliki fungsi dan tanggung jawab sangat besar dan berat.

Sebagai khalifah manusia diberi tanggung jawab mengelola alam semesta untuk memujudkan kesejahteraan umat manusia, karena alam memang diciptakan Allah untuk manusia. Sebagai wakil tuhan manusia diberi otoritas menyebarkan rahmat ke penjuru dunia, memimpin manusiai, menegakkan kebenaran dan keadilan dan memberantas kebatilan dan kemungkaran.

Tidak cukup hanya pesan yang terungkap dalam Al-Qur’an, bahwa manusia adalah pemimpin di muka bumi, Allah SWT juga mengutus seorang nabi sebagai contoh teladan. Nabi Muhammad SAW diutus ke muka bumi sebagai Rahmatan lil alamin, untuk menyempurnakan akhlak manusia dan memimpin kehidupan beragama dan bermasyarakat. Allah SWT telah menyiapkan beliau dengan sangat paripurna sebagai sosok idela yang harus ditiru bagaimana semesti manusia menjalankan tugas-tugas kepemimpinan.

Karakter dan values yang ada pada diri pribadi nabi yaitu shiddiq, amanah, tabligh dan fathanah adalah karakter dasar yang juga harus ada pada diri setiap pemimpin yang notabene adalah manusia itu sendiri tanpa terkecuali apakah ia sebagai seorang pemimpin bangsa, aparatur negara, sebagai kepala keluarga hingga sebagai individu yang menjaga dan memimpin dirinya.

Dengan demikian, seorang yang telah digariskan Allah sebagai pemimpin dunia mestinya meneladani kepemimpinan Muhammad dalam membawa misi dan risalah kenabian dengan berlandaskan Al-Qur’an dan sunah. Oleh sebab itu, pendidikan agama mestilah menjadi hal yang sangat mendasar yang harus dimiliki seorang pemimpin umat.

Indonesia saat ini, sangat mendambakan sosok seorang pemimpin yang ideal untuk bangsa yang tercinta ini yang bisa dijadikan teladan dalam bertindak, bertutur dan bersikap. Pemimpin yang amanah yang memiliki komitmen dan integritas. Pemimpin yang menjaga keharmonisan antara ucapan, sikap dan perbuatan.

Pemilihan kepala daerah (pilkada), sudah di depan mata. Kita, masyarakat dapat melihat pribadi-pribadi yang akan menjadi pemimpin. Inilah saatnya kita diuji untuk objektif memilih pemimpin kita. Jangan sampai kita memilih hanya mempertimbangkan aspek-aspek subjektivitas dan emosional belaka.

Rujukan kita dalam memilih adalah profil Rasulullah SAW. Karena pada diri beliaulah semua keteladanan bisa kita peroleh. Dengan keteladanan itulah beliau menjadi sosok yang disegani kawan maupun lawan. M.H. Hart seorang penulis Barat berkata, “My choice of Muhammad to lead the list of the world’s most influential persons may surprise some readers and may be questioned by others, but he has the only man in history who has supremely successful on both the religiuos and secular levels.” (M.H.Hart, The 100 : A Rangking Of The Most Influential Persons In History. New York, 1978, p. 33. Dalam buku DR Muhammad Syafii Antonio, M.Ec. “Muhammad SAW. The Leader Super Manajer”. ProLM. Jakarta 2007. H.145).

 

Muklis Syamsuddin

Bukittinggi, 25 Shafar 1437H/07 Desember 2015